Scroll Untuk Lanjut Membaca
PERISTIWA

Perburuan Penyu di Pohuwato Masih Marak, Populasinya Terancam

161
×

Perburuan Penyu di Pohuwato Masih Marak, Populasinya Terancam

Sebarkan artikel ini
Seekor penyu terlilit tali di sebuah pantai di Pohuwato. Istimewa
Seekor penyu terlilit tali di sebuah pantai di Pohuwato. Istimewa

Dulohupa.id- Perburuan penyu (Chelonioidea) di Kabupaten Pohuwato masih marak terjadi. Penyu-penyu tersebut diburu untuk dikonsumsi dagingnya, maupun diambil cangkangya.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) wilayah II Gorontalo, Syamsudin Hadju kepada Dulohupa.id mengakui, bahwa memang praktik perburuan penyu di perairan Pohuwato hingga saat ini, terus terjadi. Bebera bahkan dari penyu tersebut, dijual di pasar tradisional secara terang-terangan.

Meski begitu kata Syam, ia pun sebagai kepala lembaga konservasi yang fokus di wilayah Gorontalo, mengakui dengan sadar bahwa masih terjadinya perburuan tersebut, karena kurangnya pengawasan dan kotrol dari pihaknya. Sebab, personil yang bertugas di lapangan, tidak mampu menjangkau lokasi-lokasi perburuan, ataupun informasi perburuan di setiap lokasi di wilayah tersebut.

“Kami memang menyadari perburuan penyu masih ada, dan kami sadar pengawasan kurang maksimal, salah satunya adalah kekurangan jumlah personil kami di lapangan yang tidak memadai untuk memantau peredaran perburuan satwa liar. Apalagi sampai ada perburuan yang berada jauh di lokasi-lokasi yang sulit kami jangkau,” ujar Syamsudin Hadju, Kepala BKSDA Wilayah II Gorontalo, kepada Dulohupa.id, Rabu (23/12).

Lebih jauh Syam mengungkapkan, bahwa kebiasaan masyarakat yang masih mengonsumsi satwa liar, sebetulnya tidak lebih dari budaya turun temurun yang memang sudah melekat. Makanya itu kata dia, pihaknya rutin memberi edukasi kepada masyarakat, bahwa mengonsumsi satwa liat tidaklah dibenarkan. Apalagi, jika satwa tersebut dilindungi oleh Undang-Undang (UU).

“Ini diakibatkan karena kebiasaan budaya kita di Gorontalo yang sejak dahulu senang mengonsumsi satwa berupa penyu ini. Juga edukasi kepada masyarakat yang kami akui untuk wilayah yang sangat jauh dan sulit kami jangkau masih sangat kurang dilaksanakan, karena terbatas personil tadi,” terangnya.

Pemerintah Indonesia sendiri sebetulnya, memulai perlindungan penyu pertama kali dengan mengeluarkan perlindungan untuk Penyu Belimbing melalui Keputusan Menteri Pertanian No.327/Kpts/Um/5/1978, kemudian disusul oleh penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) dan Tempayan (Caretta caretta) melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 716/Kpts/-10/1980.

Lalu, sebagai payung hukum terhadap satwa-satwa yang berstatus dilindungi, pemerintah lantas mengeluarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Pada tahun 1992 pemerintah Indonesia melindungi jenis penyu Pipih (Natator depressus) berdasarkan pada Keputusan Menteri Kehutanan No. 882/Kpts/-II/92, kemudian disusul 4 tahun kemudian dengan melindungi penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 771/Kpts/-II/1996.

Makanya itu kata Syam, “Karena termasuk hewan yang dilindungi, harapan kami (penyu ini) tidak dikonsumsi lagi oleh masyarakat,” harap Syam.

Reporter: Zulkifli Mangkau