Scroll Untuk Lanjut Membaca
PEMKOT GORONTALOPENDIDIKAN

Eksistensi Ijazah Paket C Dibalik Polemik Caleg Terpilih

283
×

Eksistensi Ijazah Paket C Dibalik Polemik Caleg Terpilih

Sebarkan artikel ini
Ijazah Paket C
Kepala Dinas Pendidikan Kota Gorontalo, Lukman Kasim. Foto/Diskominfo

Gorontalo – Kepala Dinas Pendidikan Kota Gorontalo, Lukman Kasim tanggapi mengenai eksistensi Ijazah Paket C yang akhir-akhir ini menjadi polemik di tengah terpilihnya calon anggota legislatif (Caleg) pada pemilu legislatif tahun 2024.

Menurutnya, polemik itu biasa terjadi selain disebabkan oleh adanya intrik politik tertentu, juga karena masih banyak diantara masyarakat kita yang memiliki pandangan sinis terhadap para lulusasn Paket C, bahkan mereka beranggapan ijizah Paket C mudah untuk diperoleh karena dihasilkan oleh lembaga pendidikan yang kurang kafabel.

Lebih jauh Lukman menjelaskan bahwa paradigma masyarakat seperti itu lahir justru karena adanya pengalaman masa lalu bahwa para lulusan Paket C di duga mendapatkan ijazah dengan cara-cara yang mudah. Padahal menurut Lukman, pandangan yang demikian belum tentu benar juga, sebab sejak berdirinya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan lembaga lain sejenis yang menghasilkan lulusan Paket A, B, C dan menjadi bagian dari jalur pendidikan nonformal, sejauh ini telah dikelola dengan mengikuti standar-standar yang terukur dan berpijak pada ketentuan peraturan yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan.

Di bagian lain, Doktor jebolan UNHAS ini juga mengakui bahwa sejauh ini masih ada diatara PKBM bukan saja di Kota Gorontalo tetapi juga PKBM di wilayah Provinsi Gorontalo yang belum bisa menyesuaikan dengan standar yang ditetapkan, seperti pemenuhan Tutor, Sarana Prasarana pendukung dan utilitas lainnya. Kondisi ini terjadi karena sebelum berdirinya PKBM, pada mulanya masih berbentuk Kelompok Belajar yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.  Eksisten Kelompok Belajar ini pada awalnya belum memperhatikan pemenuhan persyaratan seperti kualifikasi tutor, standar sarana prasana pendidikan dan kebutuhan utilitas lainnya seperti listrik, air dan sebagainya. Namun demikian hadirnya Kelompok Belajar ini di antara sekitar tahun 1980 sampai dengan tahun 1990 tidak sepenuhnya dapat disalahkan sebab peraturan perundangan juga mengakuinya sebagai lembaga penyelenggara pendidikan nonformal seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991.