Scroll Untuk Lanjut Membaca
HEADLINEKOTA GORONTALOPERISTIWA

Dicoret dari Mitra, Fotografer Wisuda Tuding DWP UNG Lakukan Pemerasan

491
×

Dicoret dari Mitra, Fotografer Wisuda Tuding DWP UNG Lakukan Pemerasan

Sebarkan artikel ini
Fotografer Wisuda UNG
Tangkapan layar aksi protes salah seorang fotografer ke pihak DWP UNG dalam siaran langsung akun Facebook Herdy Herdy.

Dulohupa.id – Seorang fotografer melayangkan protes ke Dharma Wanita Persatuan (DWP) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) setelah dicoret dari daftar kemitraan fotografer wisuda UNG yang dikelola pihak DWP.

Fotografer bernama Herdy itu meluapkan kekecewaaanya melalui video siaran langung di akun facebooknya pada Rabu (13/9/2023. Dalam video tersebut terlihat sang fotografer mendatangi kantor DWP UNG dan menuding melakukan pemerasan.

“Torang ini ba jual dengan tenaga dengan torang p alat, 100 (3 foto) potong 40 ribu, torang lagi yang bayar tempat dan ba cetak foto. Yang mo sanang ngoni, pemerasan ini depe nama, torang fotografer ini ngoni jaga pecundangi,” Ucap Herdy dalam siaran langsung Facebooknya.

Dalam video tersebut juga terlihat sang fotografer mengajak fotografer lainnya bersatu untuk tidak diam saat diperas dan ditindas.

Saat dikonfirmasi, Herdy juga mengaku kaget karena tidak diundang dalam rapat untuk membahas pembayaran jasa foto wisuda. Diketahui terkait masalah pembayaran jasa foto wisuda, setiap wisudawan melakukan pemotretan dihargai Rp100 ribu untuk 3 foto. Kemudian Rp60 ribu diberikan kepada fotografer, sementara Rp40 ribu menjadi hak DWP UNG.

“Penjelasan dari ibu Nova (pihak DWP) UNG disitu tidak sesuai dengan apa yang dilapangan, katanya foto kami dibeli itu tidaklah benar. Yang ada kami yang cari pembeli dan uang hasil penjualan mereka yang kumpulkan,” ujar Herdy.

“Sedangkan untuk cetak foto saja kami masih harus cari pinjaman. Kemarin-kemarin sebelum DWP yang pegang, siapa saja yang daftar itu dilayani oleh pihak Humas, tapi sejak DWP yang pegang jadi seperti ini,” sambung Herdy.

Sementara Sekretaris DWP UNG, Nova Ntobuo membantah jika pihaknya melakukan pemerasan terhadap fotografer. Nova mengaskan soal harga jasa foto tersebut sudah menjadi kesepakatan antara DWP dan semua fotografer yang menjadi mitra.

“Jadi soal kesepakatan harga jual beli, kita sudah tanyakan ke semua fotografer yang menjadi mitra. Kita tanya kalau mereka jual foto di luar berapa, mereka bilang 20 ribu perlembar. Ya sudah kita juga bayarkan seperti itu dan mereka sudah sepakat karena peluangnya lebih besar,” Tegas Nova.

Sementara untuk proses pembayaran kepada fotografer dilakukan setalah pihak DWP menerima hasil cetakan foto. Sedangkan untuk harga yang dibayarkan sesuai ukuran foto dan berdasarkan kontrak yang telah disepakati bersama.

Nova juga mengaku fotografer bernama Herdy memang pernah menjadi mitra DWP pada periode wisuda UNG sebelumnya. Namun setelah melakukan evaluasi, Herdi dinilai melanggar sejumlah peraturan dan ketentuan yang telah dituangkan dalam kontrak perjanjian yang telah sepakati oleh seluruh fotografer. Sehingga secara otomatis yang bersangkutan dicoret dan tidak diundang atau diikutkan kembali menjadi mitra pihak DWP UNG.

“Kita itu setiap kali selesai melakukan kegiatan pasti selalu melakukan evaluasi. Jadi kita ini juga sebagai pelaksana di lapangan, tidak seperti yang digambarkan dalam siaran langsung, dimana mereka yang kerja semua, mereka sewa tempat/lokasi, tidak seperti itu,” ujar Nova.

“Prinsip kita itu jual beli, jadi bukan mereka saja yang kerja dilapangan, kita juga ada tim dilapangan untuk mengontrol semua. Contohnya kasir dan ada orang-orang yang kita bayar sebagai freelens. Jadi fotografer tugasnya hanya foto dan mencetaknya, selebihnya dilapangan tim kita yang kerja,” sambungnya.

Pihak DWP juga menyampaikan bahwa bukan hanya dirinya yang dicoret, melainkan ada sebanyak 3 fotografer studio turut dicoret dan tidak lagi diundang sebagai mitra fotografer wisuda periode September 2023.

“Pada dasarnya, yang bersangkutan ini kecewa karena kita tidak undang lagi. Padahal sudah kita sampaikan kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Pelanggaran yang dilanggar itu ada di kontrak perjanjian, misalnya kasir itu kita yang siapkan dan kita yang mengatur. Tapi mereka ada kasir sendiri dan jual kupon sendiri, sementara di perjanjian tidak seperti itu. Yang punya stand studio ini kan DWP, jadi kasir dan teknisnya di DWP. Bahkan uang yang diterimanya tidak seluruhnya disetorkan ke DWP,” Pungkas Nova.

“Selain melanggar beberapa peraturan dalam kontrak perjanjian, hasil foto milik yang bersangkutan juga dinilai kurang baik sehingga menjadi bahan evaluasi pihak DWP,” tandasnya.

Reporter: Kris