Scroll Untuk Lanjut Membaca
HEADLINE

Mengapa KPK Masuk Desa? Ini Alasannya

843
×

Mengapa KPK Masuk Desa? Ini Alasannya

Sebarkan artikel ini
KPK Masuk Desa
Inspektur Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK RI, Friesmount Wongso. Foto: Jefry

Dulohupa.idKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia saat ini tengah gencar melakukan kunjungan dan observasi hingga ke Desa-desa yang ada di Indonesia.

Banyaknya kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di tingkat desa menjadi salah satu alasan mengapa KPK RI gencar melakukan kunjunga dan kegiatan hingga di desa-desa yang ada di Indonesia. Dimana tercatat sejak tahun 2015 hingga 2022 ada sebanyak 937 pelaku tindak pidana korupsi dari 851kasus yang hampir secara keseluruhan terjadi di tingkat desa dan dilakukan oleh aparatur desa, khususnya kepala desa.

Masuknya KPK RI hingga ke Desa juga merupakan pelaksanaan program Nawacita Pemerintah Tahun 2014 tentang “membangun dari pinggiran Desa”. Serta karena banyaknya anggaran yang dikelola oleh desa, seperti dana desa, pendapatan desa, alokasi dana pusat/daerah, serta bantuan keuangan lainnya untuk masyarakat.

Namun dengan banyaknya anggaran yang dikelola oleh desa, masih terdapat pelayanan public di desa yang belum maksimal baik dari segi pelayanan admiistrasi kependudukan, barang dan juga jasa. Ditambah dengan terbatasnya sumber daya manusia dan anggaran lembaga pengawas dalam hal ini adalah inspektorat Kabupaten/Kota, BPKP maupun BPK yang ada di daerah.

“Rendahnya partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan APBDes juga menjadi alasan mengapa kami KPK RI masuk hingga ke desa-desa, serta rendahnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa” Ungkap Inspektur Direktorat Pembinaan Peran Sera Masyarakat KPK RI, Friesmount Wongso, Jumat (16/02/2023).

Friesmount Wongso juga mengungkap beberapa modus yang kerap digunakan para aparat pemerintah desa dalam melakukan tindak korupsi dana desa. Modus tersebut diantaranya adalah adanya penggembungan anggaran (mark up) atau menaikan harga pembelian dan pembelanjaan barang yang ada di desa. Kemudian adanya kegiatan atau proyek yang fiktik, artinya ada program-program yang sebenarnya tidak ada justru diakan dengan tidak sesuai dengan ketentuan demi pencairan anggaran.

“Selain kegiatan atau proyek yang fiktif, ada juga yang kerap membuat laporan yang fiktif, dalam artian proyek yang belum selesai tapi dalam laporan seakan-akan telah selesai. Ada juga modus penggelapan dengan memalsukan tanda tangan bendahara desa guna proses pencairan dana desa dan digunakan untuk kepentingan pribadi atau bisa kita sebut juga dengan penyalahgunaan anggaran,” Pungkasnya.

Reporter: Kris