Scroll Untuk Lanjut Membaca
NASIONAL

LBH Makassar Minta Proses Hukum Ramsiah Korban Kriminalisasi UU ITE, Dihentikan

100
×

LBH Makassar Minta Proses Hukum Ramsiah Korban Kriminalisasi UU ITE, Dihentikan

Sebarkan artikel ini

Penyidikan kasus kriminaliasi UU ITE Pasal 27 ayat (3) tentang Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik yang dialami oleh Dosen Fakultas Dakwah & Komunikasi (FDK) UIN Alauddin Makassar Dr. Ramsiah Tasruddin masih berjalan. 

Hari ini Kamis, 23 September 2021, Ramsiah kembali menghadiri panggilan Penyidik didampingi penasihat hukumnya di Kantor Polres Gowa. 

Ia ditetapkan tersangka pada tahun 2019, dan terakhir kali Ramsiah memberikan keterangan tambahan di hadapan Penyidik pada 18 September 2019.

Ramsiah Tasruddin dilaporkan pada Juni 2017 setelah melakukan kritik terhadap tindakan Nursyamsyiah (Wakil Dekan III FDK saat itu), yang melakukan pemberhentian dan penutupan siaran Radio Syiar. Tindakan tersebut dinilai Ramsiah bukan merupakan tupoksi dari WD III.

Kritik tersebut dibuat melalui percakapan WhatsApp Grup (WAG) SAVE FDK UIN ALAUDDIN yang terbatas antara Dosen dan diperuntukkan untuk membahas masalah internal Fakultas, dimana Nursamsyiah sebagai pelapor tidak berada dalam WAG tersebut.

Seharusnya proses hukumnya dapat dihentikan setelah berkas perkara bolak-balik di antara Penyidik dan Jaksa Penuntut Umum. Bahkan penyidik  membuat dan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang berbeda sebanyak 3 kali, dan Jaksa tetap mengembalikan SPDP tersebut karena penyidik tidak mampu memenuhi petunjuk Jaksa  yang menilai berkas perkara tidak memenuhi syarat materil dan formil. 

Apalagi terdapat Surat Keputusan Bersama (SKB) Tahun 2021 antara Kominfo, Kejaksaan Agung dan POLRI tentang Pedoman Penerapan Pasal Tertentu dalam UU ITE Dalam SKB ini, jelas dan tegas menyebutkan, “Bukan merupakan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik bila konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas seperti grup percakapan keluarga, kelompok pertemanan akrab, kelompok profesi, grup kantor, grup kampus atau institusi pendidikan.”

Bukannya perkara dihentikan dan ditutup, Penyidik Polres Gowa justru mengirimkan kembali SPDP yang ke- 4 tertanggal 15 September 2021, lalu memanggil Ramsiah untuk diperiksa tambahan yang telah ia jalani hari ini.

Berdasarkan uraian tersebut LBH Makassar selaku pendamping dan kuasa hukum menyatakan: 

  1. KAPOLRI sudah harus turun tangan dalam melakukan evaluasi dan memastikan proses Pnyidikan yang dilakukan oleh POLRES Gowa mempedomani SKB Tahun 2021 antara Kementrian Kominfo, Kejaksan Agung, dan Kepolisain RI tentang Pedoman Interpretasi Pasal Tertentu dalam UU ITE;
  2. POLRES Gowa harus segera memberikan kepastian Hukum kepada Ibu Ramsiah dengan mengeluarkan Surat  Penghentian Penyidikan, mengingat perkara ini prosesnya telah berlangsung selama 4 tahun dan antara Kejaksaan bolak-balik perkara dari Penyidik dan Penuntut umum. Penyidik yang menerbitkan 4 SPDP berbeda menegaskan penyidikan kasus ini memang sudah saatnya dihentikan;
  3. Sudah saatnya Pemerintah dan DPR RI mengambil langkah kongkrit dan serius untuk merevisi pasal-pasal karet yang terdapat dalam UU ITE yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan menjadi alat kriminalisasi yang  bertentangan dengan jaminan Hak Kebebasan Berpendapat, Berekspresi dan juga kebebasan Akademik yang dilindungi Konstitusi.

**