Dulohupa.id – Presiden Joko Widodo telah menetapkan reforma agraria sebagai program prioritas. Target program akan dicapai melalui dua skema: legislasi dan redistribusi lahan seluas 9 Juta Ha serta pelaksanaan program perhutanan sosial seluas 12,7 Juta Ha. Program Perhutanan Sosial akan mengalokasikan sumber daya hutan yang dikuasai negara kepada masyarakat sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) Nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial.
Dalam peraturan ini menegaskan, Perhutanan Sosial adalah ”sistem pengelolaan hutan lestari yang dilakukan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat. Sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.
Melalui kebijakan ini, pemerintah ingin: (a) menciptakan dan mempercepat pemerataan akses dan distribusi aset sumber daya hutan; (b) menyelesaikan konflik tenurial di kawasan hutan; dan (c) mengurangi kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan.
Saat ini perhutanan sosial capaiannya baru terealisasi 5 Juta Ha yang sudah mendapatkan legalitas masih ada 7,7 Juta Ha. Untuk mengoptimalkan pengelolaan hutan, keseluruhan kawasan hutan di Indonesia telah terbagi habis ke dalam sejumlah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Maka, dalam rangka mempercepat proses perizinan, bukan tidak mungkin persetujuan atas permohonan hak dan izin pengusahaan Perhutanan Sosial dikeluarkan oleh KPH.
Dibukanya akses warga dalam mengelola tanah di lahan hutan membuat kepastian bagi masyarakat, mereka tak lagi merasa khawatir atau takut dalam mengelola lahannya. Dampak positif dari Perhutanan Sosial ini adalah adanya peningkatan pendapatan bagi masyarakat sekitar hutan dan kelompok masyarakat diberi kesempatan untuk mengelola lahan dan mendapatkan hasil dalam jangka waktu tertentu.
Mengutip PP Nomor 23 tahun 2021, Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan Hutan lestari yang dilaksanakan dalam Kawasan Hutan Negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan.
Izin pemanfaatan hutan ini berlaku selama 35 tahun ke depan. Namun, apabila masyarakat dapat memanfaatkannya dengan sangat produktif, izin dapat kembali diperpanjang hingga 35 tahun. Izin ini juga memberikan kepastian bagi masyarakat maupun pengelola lahan mengenai status pengelolaan yang mereka lakukan.
Secara teknis perhutanan sosial sebenarnya adalah cara kreatif memanfaatkan ruang yang ada di antara tanaman hutan. Pemanfaatan tanah tersebut juga menjadi akses bagi masyarakat penggarap mendapatkan pendapatan dari hasil produksi tanaman semusim. Dalam skala yang lebih luas perhutanan sosial ini akan meningkatkan kemakmuran rakyat.
Namun ada beberapa kendala yang harus kita jawab bersama terkait perhutanan sosial ini yaitu ketika masyarakat telah berhasil mendapatkan izin pengelolaan perhutanan sosial tersebut. Karena euforia perhutanan sosial cukup tinggi di level nasional dan daerah. Beberapa kendala yang dihadapi dan perlu untuk kita jawab bersama, diantaranya :
- Bagaimana meningkatkan kapasitas SDM dan kelembagaan perlu ditingkatkan
- Bagaimana kelompok perhutanan sosial ini mendapatkan dukungan pemerintah
- Bagaimana kelompok perhutanan sosial mendapatkan informasi dan teknologi
- Bagaimana kelompok perhutanan sosial ini mendapatkan akses ke lembaga pembiayaan dan perbankan
- Bagaimana kelompok Perhutanan Sosial bisa mengakses pasar
- Bagaimana kelompok Perhutanan Sosial mendapatkan bantuan modal dan peralatan pendukung usaha
Untuk menjawab kendala tersebut ,maka perlu mendorong keterlibatan para pihak seperti OPD terkait seperti misalnya pemerintah daerah, perbankan, akademisi dan dunia usaha, terutama dalam pengembangan usaha perhutanan sosial, termasuk akses pendanaan ke sektor perbankan yang memang masih minim. Sehingga masyarakat mampu mengurus dan mengelola hutan secara mandiri dan lestari. Kami berharap masyarakat desa hutan yang tidak punya lahan namun telah aktif mengelola hutan untuk segera mengusulkan atau mengajukan Perhutanan Sosial pada wilayah kelola mereka.
Penulis: Bony atau lebih akrab disapa Cepot, ia adalah penggiat perhutanan sosial yang tergabung dalam Sawit Watch.