Dulohupa.id – Seleksi calon asisten Ombudsman tahun 2022 dituding tidak transparan oleh sejumlah peserta. Sebelumnya Ombudsman Republik Indonesia (ORI) telah mengumumkan hasil seleksi Calon Asisten Ombudsman. Namun dari hasil tersebut, sebanyak 22 peserta seleksi tes calon asisten Ombusdman RI tahun 2022 merasa keberatan atas transparansi penilaian dalam rekrutmen seleksi asisten Ombudsman tersebut. Untuk itu, mereka beramai-ramai melayangkan surat keberatan atas hasil akhir dari panitia seleksi calon asisten Ombudsman.
Menurut mereka terdapat banyak kejanggalan dalam penilaian yang tidak objektif tersebut. Dimana nilai yang terlihat hanyalah nilai SKD CAT, sementara nilai atau skor maupun keterangan kategori penilaian yang diperoleh peserta dari rangkaian pelaksanaan tes mulai dari tes psikotes, tes kesehatan hingga tes wawancara tidak dicantumkan. Pada akhir pengumuman pun tidak ada nilai atau skor dari masing-masing peserta yang dinilai layak menjadi calon asisten Ombusdman.
Salah satu peserta rekrutmen calon asisten ombudsman RI, Baumi Syaibatul Hamdi asal Sumatera Utara (Sumut) menyatakan terdapat empat poin kejanggalan dari hasil pengumuman akhir yang dikeluarkan panitia calon asisten ombudsman RI dengan Nomor 19 tahun 2022 yang dikeluarkan tanggal 31 Mei 2022.
Empat poin kejanggalan itu diantaranya, pada poin pertama, Baumi menulis Panitia Tim Seleksi Calon Asisten Ombudsman Republik Indonesia Tahun 2022 TIDAK mengumumkan jumlah nilai keseluruhan dari rangkaian tes yang diperoleh peserta SECARA TRANSPARAN.
Kemudian di poin kedua, Baumi menulis, Panitia Tim Seleksi Calon Asisten Ombudsman Republik Indonesia Tahun 2022 TIDAK mencantumkan nilai atau skor maupun keterangan kategori penilaian yang diperoleh peserta dari rangkaian pelaksanaan tes mulai dari tes psikotes, tes kesehatan hingga tes wawancara.
Padahal menurut Baumi saat dilakukannya Technical Meeting ujian wawancara pada tanggal 20 Mei 2022 sebelum dilakukannya tahap tes akhir yaitu wawancara, salah satu peserta bertanya terkait mekanisme penilai dari keseluruhan tahapan tes, menariknya jawaban dari panitia saat itu adalah “sangat tidak adil apabila penilaian hanya pada wawancara saja”. Jawaban panitia ini tentunya memberikan semangat baru kepada seluruh peserta untuk terus berjuang. Ironisnya pada saat pengumuman kelulusan akhir tidak ada satupun jumlah keseluruhan nilai yang dicantumkan panitia. Apakah jawaban panitia tersebut hanya pemanis semata?
Di poin ketiga, Baumi menulis Panitia Tim Seleksi Calon Asisten Ombudsman Republik Indonesia Tahun 2022 diduga TIDAK MEMILIKI STANDAR PENILAIAN YANG JELAS sehingga terkesan bahkan diduga rangkaian tes hanya formalitas. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kejanggalan pada rangkaian tes, mulai rangkaian tahapan seleksi administrasi, tahap seleksi psikotes, tahap seleksi kesehatan, hingga tahap seleksi wawancara.
Sementara di poin keempat, Baumi menulis Panitia Tim Seleksi Calon Asisten Ombudsman Republik Indonesia Tahun 2022 TIDAK MEMILIKI ATURAN PENGHITUNGAN ATAU PUN STANDAR YANG JELAS DARI AWAL terkait jumlah peserta yang berhak mengikuti tahapan tes berikutnya.
Menurut Baumi poin-poin alasan keberatan yang ia tulis merupakan pengalaman pribadinya saat melaksanakan seluruh rangkaian pelaksanaan tes Penerimaan Calon Asisten Ombudsman Tahun 2022. Meskipun begitu dirinya tidak memungkiri sebian beberapa peserta memiliki pandangan yang sama yaitu sangat keberatan.
“Panitia tim seleksi tidak mencantumkan nilai atau skor maupun keterangan kategori penilaian yang diperoleh peserta dari rangkaian pelaksanaan tes mulai dari tes psikotes, tes kesehatan hingga tes wawancara. Selanjutnya, panitia seleksi dinilai tidak memiliki standar penilaian yang jelas. Sehingga terkesan bahkan diduga rangkaian tes hanya formalitas. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kejanggalan pada rangkaian tes tersebut. Apalagi tidak ada kesempatan sanggah terhadap peserta rekrutmen atas hasil mereka,” sebut kata Hamdi.
“Kemudian panitia tim seleksi calon asisten Ombudsman Republik Indonesia tahun 2022 tidak memiliki aturan penghitungan ataupun standar yang jelas dari awal terkait jumlah peserta yang berhak mengikuti tahapan tes berikutnya,” sambungnya.
Dengan berbagai alasan di atas, Hamdi meminta kepada Ombudsman RI cq Ketua panitia tim seleksi calon Asisten Ombudsman RI tahun 2022 memberikan penjelasan soal adanya dugaan kejanggalan pada rangkaian proses tersebut.
“Rangkaian proses pelaksanaan tes tersebut terbuka kepada seluruh peserta tanpa terkecuali. Meminta panitia membuka seluruh proses dan hasil seluruh rangkaian pelaksanaan tes secara terbuka kepada seluruh peserta tanpa terkecuali,” ujar Hamdi.
Hamdi menyebutkan permintaan ini bukan tak beralasan. Dia memahami bahwa keputusan panitia bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Namun kata Hamdi, bukan berarti proses dan keputusan itu dibenarkan menghilangkan prinsip proses yang bersih, transparan, profesional, tidak diskriminatif dan akuntabel.
Hamdi menyebut apabila kewenangan subjektif menjadi dasar pijakan dalam penerimaan, alangkah lebih baik hal itu dipertimbangkan lagi mengingat dan belajar dari pengalaman dari rangkaian proses penerimaan calon asisten Ombudsman tahun 2022 mengeluarkan biaya yang relatif mahal. Belum lagi bagi mereka peserta yang jarak tempuhnya jauh dari lokasi ujian.
“Jika tetap bertahan pada kewenangan subjektif tersebut untuk ke depan, sebaiknya penerimaan calon asisten Ombudsman cukup dilaksanakan langsung melalui pengangkatan tanpa embel-embel rangkaian tes dan pendaftaran secara terbuka daripada melaksanakan rangkaian tes tetapi hanya sebatas formalitas bahkan dilengkapi dengan proses yang tidak bersih, tidak transparan, diskriminatif dan lain-lain,” tutup Hamdi.
Hamdi mengatakan surat keberatan itu telah dilayangkan dan sudah diterima pihak Ombudsman RI pada tanggal 3 juni 2022. Hamdi menyebut surat itu disampaikan langsung oleh salah satu peserta lainnya yang ikut keberatan. Namun sampai dengan sekarang tidak ada tanggapan. Selain itu, dalam surat keberatan itu pun tercantum beberapa nama peserta lainnya yang ikut keberatan.
Terakhir, dikatakan Hamdi pada 13 Juni kemarin, panitia seleksi calon asisten Ombusdman telah melakukan klatifikasi terhadap peserta atas penilaian dalam rekrutmen tersebut. Hanya saja, Hamdi dan kawan-kawan tidak puas, karena panitia tidak memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan dari peserta yang merasa keberatan.
“Jawaban mereka hanya terputar-putar disitu-situ saja. Tidak ada penjelasan terkait dengan keterbukaan informasi nilai-nilai peserta yang digugurkan atau yang diterima. Karena ada beberapa teman yang nilainya sangat tinggi di SKD CAT, tetapi di wawancara terpilih peserta dengan peserta yang nilainya justru dibawah,” tandasnya. (*)
Surat keberatan yang dilontarkan para peserta seleksi kepada Ombudsman RI











