Scroll Untuk Lanjut Membaca
DEPROV GORONTALOHEADLINE

Penarikan Kendaraan Oleh Finance Dinilai Langgar Aturan, Begini Penjelasannya!

242
×

Penarikan Kendaraan Oleh Finance Dinilai Langgar Aturan, Begini Penjelasannya!

Sebarkan artikel ini
LPKKPenarikan Kendaraan
Pihak Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK RI), Muhtar saat Memberikan Keterangan Terkait Prosedur Penarikan Kendaraan Yang Dilakukan Oleh Perusahaan Finance. Foto/yayan

Dulohupa.id – Dengan berkembangnya perusahaan-perusahaan finance di Indonesia kini lebih memudahkan masyarakat (konsumen) dalam mengapai keinginannya untuk memiliki aset. Hal ini tidak terkecuali di Provinsi Gorontalo. Dengan banyaknya perusahaan finance di Gorontalo, telah memberikan jalan bagi warga Gorontalo untuk memiliki rumah maupun kendaraan yang diinginkan.

Keberadaan perusahaan finence, harus diatur secara jelas. Sehingga bisa menekan kesalapahaman/pertikaian antara pihak yang terkait (konsumen dan perusahaan finance). Kiranya, perusahaan finance bukan hal yang asing lagi buat masyarakat. Peroslan sering ditemui adalah penarikan aset oleh perusahaan finance akibat adanya wanprestasi terhadap perjanjian antara konsumen dan finance.

Seperti contoh penarikan kendaraan (mobil/motor) konsumen telah sering terjadi akibat keterlambatan atau tidak, mampunya konsumen dalam membayar tunggakan yang telah diikat dalam surat perjanjian. Seperti contoh, kasus penarikan mobil yang dilakukan oleh pihak PT Sinarmas Finance Gorontalo kepada salah seorang konsumen, yang akhirnya harus menempuh upaya mediasi di tingkatan lembaga legislatif provinsi.

Melalui keterangan dari lembaga legislatif, khususnya Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo menerangkan kasus ini cukup sulit namun tetap ada solusinya.

“Mobilnya itu ada keterlambatan pembayaran dan akhirnya (mobil) sudah dilelang. Namun melalui rapat tadi ini, sudah ada solusi yang didapat. Yang mana pimpinan finance ini akan menyurat ke direksi terkait masalah ini” papar Ketua Komisi II Deprov, Venny Anwar usai rapat, Senin (2/10/2023).

Pada kasus ini, Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK RI) turut mendampingi pengadu dalam mengupayakan kasus yang telah terjadi.

“Kalau dilihat dari sisi hukumnya, kita kembali ke keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2019, bahwa penarikan secara perorangan itu sudah tidak bisa lagi,” ungkap pihak LPK RI, Muhtar.

“Makannya MK itu memberikan putusan itu, amar putusannya itu yaitu menyerahkan secara suka rela atau dengan putusan intra. Tapi dilapangan tidak seperti itu lagi, tetap ada penarikan dari finance,” sambungnya.

Menurut Muhtar, pihak finance (tidak semua perusahaan finance) telah melangar dari norma-norma aturan yang telah diputuskan oleh MK (Yurispudensi) yang sifatnya mengatur dan mengikat. Baginya, ada irah-irah pasal 15 ayat 2 itu berkekuatan hukum tetap telah melanggar norma UUD 1945.

“Makannya, untuk eksekusi jaminan fidusia itu harus ke pengadilan dibuatkan penetapan atau menyerahkan secara suka rela. Itu kalau dimata hukum,” tegas Muhtar.

Dirinya juga menambahkan, bahwa permasalahan seperti ini juga sudah ada pengaduan-pengaduan masyarakat namun belum sampai ditingkatan mediasi dari DPRD.

“Ada beberapa pengaduan yang sementara saya jalani, tapi untuk ke Dewan-nya kayaknya belum, karena kita rencananya mau ke BPSK. Tapi persoaalan ini juga bisa lari ke pihak kepolisian karena ada tindak pidananya juga (dari perampasan),” ungkap Muhtar.

Perusahaan finace atau leasing (pemberi kredit) yang memberikan kuasanya ke debt collektor tidak dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia atau agunan seperti kendaraan maupun rumah secara sepihak. Karena telah tertuang dalam putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang bersifat final dan mengikat. Sehingga pihak finance tidak bisa sembarangan bertindak dalam aksi pengambilan paksa bagi konsumen (debitur) yang mengalami keterlambatan pembayaran cicilan.

Reporter: Yayan