Dulohupa.id- Biaya tes swab yang terbilang mahal menjadi salah satu faktor utama masyarakat Indonesia enggan melakukan pemeriksaan mandiri. Hal itu seperti diungkapan oleh Ketua Tim Covid-19 Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Siti Masliana Siregar.
“Orang-orang tidak mau swab karena harga yang cukup mahal dan berpikir mereka tidak sakit. Kasus terbanyak yang saya tangani hilangnya penciuman yang diikuti demam. Ketika dilakukan swab, sekitar 50 hingga 70 persen itu positif,” ungkap Siti dalam diskusi virtual bertajuk Upaya Pencegahan dan Proteksi Kesehatan Menghadapi Pandemi COVID-19, Jumat (16/10/2020).
Buntutnya, saat ini ada 80 persen pasien yang terinfeksi COVID-19 tidak merasakan gejala atau OTG. Sehingga, ini yang kerap membikin masyarakat rentan menjadi carier atau pembawa virus, yang akhirnya rantai penularan menjadi sulit dikendalikan.
“Data dari World Health Organization menunjukkan 80 persen infeksi Covid-19 tidak memiliki gejala. Artinya orang-orang ini dengan mudah mendapat akses di ruang publik setelah suhu tubuhnya diukur. OTG bahkan tidak sadar dirinya sakit,” ungkap Siti.
Sebetulnya, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Edaran nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) pada 5 Oktober 2020. Hingga Jumat (16/10/2020) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kota Medan belum menerapkan tarif test swab sesuai surat edaran Kemenkes.
Dalam surat tersebut ditetapkan bahwa tarif tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR termasuk pengambilan swab adalah 900 ribu rupiah. Batasan tarif tersebut berlaku untuk pemeriksaan mandiri.
*Catatan: Bersama lawan virus corona. Dulohupa.id mengajak seluruh pembaca untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan. Ingat pesan, ibu, 3M (pakai Masker, rajin Mencuci tangan, dan selalu Menjaga jarak).
Editor