dulohupa.id – Satu dari sekian banyak kasus seorang ibu yang tega membuang, menelantarkan, menyakiti, hingga membunuh anaknya sendiri. Dia adalah Rohwana alias Wana. Seorang ibu asal Kabupaten Belitung, Bangka Belitung, ditangkap oleh pihak kepolisian sebab telah membunuh bayinya secara tragis. Perempuan berusia 38 tahun tersebut mengaku telah membunuh anaknya yang baru lahir dengan menenggelamkannya di ember hingga meninggal dunia. Ia membuang jenazah anaknya di pondok kebun warga setempat. Wana mengaku tega membunuh anaknya karena tidak menginginkan kelahiran bayi tersebut dan terdesaknya finansial keluarga untuk menghidupi kebutuhannya. (Kumparan,24-1-2024).
Belum lama juga di Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara terjadi pembunuhan seorang anak berusia 8 tahun yang dilakukan oleh tantenya sendiri yang juga merupakan ibu seorang balita. Ia memutilasi keponakannya sendiri hanya untuk mendapatkan perhiasan anting,cincin, dan kalung yang dipakai. Mirisnya, setelah menghabisi keponakannya, ia langsung menjual perhiasan tersebut seharga Rp 3.670.000 dan langsung dipakai untuk membeli emas, handphone, popok, susu SGM, minuman, dan coklat.(Detik.com, 21-1-2024).
Kedua kasus diatas mewakili ribuan kasus serupa yang dilatarbelakangi oleh kondisi perekonomian. Saking beratnya beban hidup dirasa hingga mengikis habis fitrah seorang ibu yang secara naluriah memiliki ketulusan dan kasih sayang.
Di dunia ini, setiap orang yang telah menjadi ibu tentu dia akan sangat menyayangi anaknya, darah dagingnya yang telah bersemayam di dalam rahimnya selama Sembilan bulan. Ketika anaknya lahir ke dunia pun semakin bertambah cinta dan kasih sayangnya. Bahkan kepada keponakan/anak kecil lainnya dia tetap memiliki rasa kasih sayang seperti dia menyayangi anaknya sendiri, karena itu sudah menjadi fitrah seorang ibu yang tidak dapat dihilangkan.
Akan tetapi, jika kita telisik, banyak faktor yang menyebabkan seorang ibu terdorong menghabisi anaknya sendiri ataupun keponakannya sendiri. Diantara faktor tersebut adalah lemahnya iman. Ketika ibu diuji atau memiliki masalah seperti kondisi ini, membuatnya menyerah pada keadaan. hingga lahirnya seorang anak hanya menambah beban hidup saja, Seorang ibu tidak lagi memahami keberadaan anaknya di dunia adalah sebagai amanah dan anugerah dari Allah SWT. Anak yang harus dididik dan dirawat dengan sepenuh hati, karena kelak ayah dan ibunya akan mempertanggungjawabkan amanah tersebut dihadapan Allah SWT. Pun kepada anak lainnya, juga harus memandang mereka sebagai manusia yang juga diciptakan oleh Allah. Sehingga membunuh mereka berarti membunuh ciptaan Allah.
Selain itu, faktor ketahanan keluarga yang makin tergerus karena kemiskinan, pengangguran, dan mahalnya layanan kesehatan dan pendidikan yang berlaku di sistem kapitalisme hari ini. Sehingga mengakibatkan gesekan-gesekan antar anggota keluarga. Ayah pekerja serabutan, ibu menuntut biaya kebutuhan hidup, dan anak jadi korban kekerasan keluarganya. Adapun jika sudah gelap mata, tanpa berpikir panjang mudah sekali untuk memenuhi kebutuhan walau harus merenggut nyawa anak maupun keponakan sendiri. Sehingga keluarga tidak lagi menjadi benteng perlindungan dan tempat kembali yang paling diidamkan.
Tidak hanya itu, peran masyarakat juga dibutuhkan dalam hal ini. Yaitu sikap peduli antar sesama tetangga atau lingkungan sekitar. Namun, karena sistem kapitalisme membentuk pribadi masyarakat hari ini menjadi individualis, maka orang bersikap bodo amat/tidak peduli dengan urusan orang lain dan sibuk dengan kepentingan sendiri. Alhasil, tetangga ataupun kerabat dekat tidak mengetahui ada orang yang sedang menanggung susah sendiri.
Dalam hal ini pun sebenarnya tidak lepas dari tanggung jawab negara. Ya, tanggung jawab negara dalam melindungi kaum ibu. Dewasa ini, penguasa sibuk berjanji manis untuk mensejahterakan rakyat. Sibuk bicara pembangunan ekonomi, digitalisasi, investasi, dan kemajuan negara, namun didepan mata banyak ibu yang menelan pahitnya kehidupan.
Terlebih di tahun pemilu saat ini, rakyat hanya bisa menyaksikan apa yang mereka janjikan. Berharap ada perubahan untuk kepemimpinan kedepan. Namun, nyatanya walaupun pemimpinnya berganti setiap 5 tahun sekali, sedangkan sistem kepemimpinannya sama seperti sebelumnya, maka lagi dan lagi tugas negara hanya sebatas mencatat dan mendata kasus yang ada, tanpa menguliti akar masalah yang ada hingga mendapati solusi tuntasnya. Contohnya, kasus ibu yang membunuh anak/keponakannya sendiri, pasti ada penyebabnya. Jika penyebabnya karena ekonomi, maka negara harus evaluasi bagaimana sistem ekonomi di negara ini. Jika sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan selama ini terbukti tidak mensejahterakan rakyat, lantas kenapa masih diterapkan hingga saat ini?
Peran negara sebagai pelindung dan pengurus rakyat tidak lagi berada pada koridornya. Pemilu hanya dijadikan ajang kontestasi untuk mendapatkan kursi. Entah untuk pribadi maupun dinastinya. Sedangkan kepemimpinan bergerak atas dasar pesanan dari oligarki yang mendukungnya. Setiap kebijakan yang ada bukan murni untuk melindungi dan mensejahterakan rakyat, melainkan untuk kepentingan oligarki tersebut. Sehingga, kita bisa lihat bagaimana kasus demi kasus terjadi di setiap lini kehidupan. Karena kita berada dibawah kepemimpinan demokrasi kapitalisme.
Pemimpin yang memprioritaskan perlindungan dan pengurusan rakyat akan kita dapati dalam sistem kepemimpinan Islam. Karena Islam merupakan agama dan ideology. Artinya, islam memiliki aturan agama dan aturan dalam kehidupan. Terlebih aturan dalam berpolitik. Setiap pemimpin wajib memastikan rakyat termasuk setiap ibu mendapatkan perlindungan dan kebutuhan yang terpenuhi. Karena Islam memuliakan perempuan.
Allah Swt. Berfirman,
“ Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.”
Posisi ibu dalam Islam sangatlah mulia. Sehingga negara berkewajiban menjamin kesejahteraannya dengan berbagai cara. Diantaranya:
Pertama, Terpenuhinya nafkah. Dalam Islam, perempuan tidak diwajibkan untuk bekerja. Karena statusnya seorang ibu yang bertugas mengurus anak dan rumah tangga. Oleh karenanya, ia mendapatkan nafkah dari suaminya atau walinya yang diberikan lapangan pekerjaan yang layak oleh negara. Sehingga, tidak ada seorang ibu yang beralasan membunuh anaknya karena alasan ekonomi.
Kedua, Islam menanamkan kepada pribadi muslim untuk saling peduli kepada sesama. Baik kepada tetangga maupun lingkungan sekitar. Dan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar yang menjadi tradisi Islam menjadikan rakyatnya saling menasehati jika ada yang mulai menyimpang dari syariat Islam.
Ketiga, Peran negara memastikan semua terpenuhi. Seperti kisah Umar bin Khattab yang memikul sendiri sekarung gandum untuk diberikan kepada seorang ibu yang didapati sedang kekurangan dan hanya merebus batu untuk anaknya. Mengetahui hal itu, Umar bersegera memenuhi kebutuhannya. Dan memohon ampun kepada Allah karena telah menelantarkan 1 rakyatnya.
Adapun kesejahteraan rakyat dapat diraih karena Islam menggunakan sistem islam yang pemasukannya berasal ari 12 pos. sehingga negara Islam dapat mencukupi seluruh kebutuhan rakyat dengan baik. Begitulah Islam dalam meriayah rakyat. Tidak ada rakyat yang menderita dan terdzolimi dari setiap kebijakan yang dikeluarkan pemimpin. Jika Pun ada yang terdzolimi, maka pemimpin segera muhasabah dan memperbaikinya. Karena memimpin bukan hanya soal kursi dan kekuasaan melainkan amanah dan tanggung jawab yang besar.
Penerapan Islam secara Kaffah dalam setiap lini kehidupan mengantarkan kesejahteraan kepada seluruh rakyat terutama ibu. Sehingga mereka dapat hidup aman, tentram, melahirkan generasi-generasi tangguh.
Penulis: Fatrah Dwik Cantika Sujitno Aktivis Muslimah.