Scroll Untuk Lanjut Membaca
PERISTIWA

Bosan Belajar Daring, Belasan Siswa di Pohuwato Memilih Menikah

78
×

Bosan Belajar Daring, Belasan Siswa di Pohuwato Memilih Menikah

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi pernikahan

Dulohupa.id- Hanya karena bosan belajar daring dan tidak memiliki motivasi belajar secara daring, belasan siswa di Pohuwato, memilih untuk menikah. Data yang dihimpun dulohupa.id, di SMKN 1 Marisa misalnya, tercatat sudah ada sembilan siswa yang memilih menikah, sementara di SMAN 1 Marisa, ada enam siswa. Artinya, dalam masa pandemi COVID-19, sudah tercatat ada 15 siswa yang memilih untuk menikah.

Saat dikonfirmasi,  Kepala Sekolah SMKN 1 Marisa, Mirhan Bumulo mengungkapkan, bahwa pernikahan tersebut memang kehendak siswa. Ia mengungkapkan, bahwa keputusan menikah tersebut dipicu oleh rasa bosan siswa yang hanya belajar daring selama pandemi COVID-19.

“Ada sembilan siswa-siswi SMK memilih berhenti sekolah karena telah menikah. Di antaranya kelas XII sebanyak lima orang yang memilih menikah, (dan) empat orang kelas XI,” tutur Mirhan Bumulo, belum lama ini.

Makanya kata Mirhan, untuk mencegah praktik tersebut, pihaknya segera melakukan gerakan monitoring siswa yang tidak aktif dalam pembelajaran daring. Kata dia, meski hasrat untuk menikah tidak bisa dibendung, namun setidaknya sekolah sudah melakukan pencegahan. Minimal dengan aksi-aksi kontrol.

“Pihak sekolah sudah melakukan langkah untuk melakukan kontrol terhadap siswa, bagi siswa yang tidak aktif. Ada koordinasi dari guru mapel, ke (guru) mapel, ke guru BK, lalu ke kesiswaan, dan terakhir ke saya. Penyebabnya, karena situasi pembelajaran di tengah pandemi yang menjadi alasan kuat anak-anak itu memilih menikah,” jelas Mirhan lagi.

Senada dengan Mirhan, Kepala Sekolah SMA 1 Marisa, Saiful Hudodo juga mengatakan hal yang sama. Ia menjelaskan bahwa pernikahan tersebut dipicu oleh jarangnya ada pembelajaran tatap muka atau belajar di sekolah.

“Sesuai data kita itu ada yang nikah. Ada enam orang menikah pada tahun 2020 kemarin. Terdiri dari kelas X dua orang, kelas XI dua orang, kelas XII dua orang. Penyebabnya karena siswa sudah jarang bertemu tatap muka dengan pihak sekolah. Karena (kan) sistem pembelajaran secara daring,” ujar Saiful kepada Dulohupa.id, Senin (8/3).

Menurut Syaiful, pilihan anak sekolah untuk memilih menikah merupakan tanggung jawab dari pihak orang tua. Kata dia, orang tua mestinya proaktif melakukan pengawasan. Sebab, dalam proses pembelajaran yang berlangsung daring, pihak sekolah hanya mampu mengontrol siswa dari sisi pembelajaran.

“Pihak sekolah tugasnya memberikan pembelajaran, dan pengawasan ada di pihak orang tua,” ujarnya.

Saiful pun menjelaskan, bahwa pihaknya memang mengaku kesulitan memotivasi siswa dengan metode belajar dari rumah.

“Pembelajaran dari rumah juga sangat sulit, apalagi untuk kita pihak sekolah memberikan motivasi kepada mereka. Pihak sekolah juga selalu melibatkan para guru BK juga melakukan monitoring kepada siswa yang sudah tidak aktif dalam pembelajaran, dan selalu kita evaluasi tiap bulannya,” jelasnya.

Lebih lanjut Saiful mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan MOU dengan orang tua, untuk menjaga dan mengawasi keaktifan anaknya saat mengikuti belajar dari rumah. Demikian juga dengan SMKN 1 Marisa. Pihak sekolah kejuruan tersebut telah bekerja sama dengan pihak komite dan orang tua, dalam hal mengawasi siswa.

Reporter: Zulkifli Mangkau