Gorontalo – Saat ini, hampir semua orang panik luar biasa dengan pertambahan kasus bunuh diri. Kasus bunuh diri di Gorontalo sudah bisa dikategorikan “suicide contagion”.
Memang berbagai upaya yang dilakukan mulai terlihat, walaupun masih sebatas flyer, himbauan, khutbah hingga layanan konseling, tapi upaya memutus rantai bunuh diri secara efektif sepertinya belum ada yang mengemukakan secara terbuka di publik.
Dalam pemutusan rantai tersebut, yang menjadi problem bagaimana mendeteksi dan melacak siapa calon pelaku bunuh diri selanjutnya. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana melakukan itu dan siapa yang mampu di kondisi saat ini?
Sebagaimana pandemi silam, kita belum melahirkan rumusan-rumusan teknis dalam artian bahasa dan istilah yang lebih komprehensif sehingga setiap orang bisa melakukan kategorisasi. Seperti saat itu ada istilah Orang Dalam Pengawasan atau disingkat ODP, begitu pula saat ini siapa saja yang masuk dalam kategori ODP di kasus bunuh diri ini.
Nah, kategori ODP ini butuh kemampuan pelacakan (tracing) yang hanya bisa dilakukan oleh orang atau lembaga yang memiliki kehandalan di bidang itu.
Kasus bunuh diri di Gorontalo tentu tidak terjadi secara kebetulan, ada prakondisi yang panjang, dan tentu saja karena “copycat suicide”. “Beruntung” belum ada kasus bunuh diri yang dilakukan tokoh publik atau selebriti lokal, karena bisa akan memicu “suicide celebration”.
Karena bersifat contagion, maka masih bisa dikategorikan “local transmission”, masih skala lokal penularannya.