Kedua, menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap perguruan tinggi. Jika kampus tetap bersikeras mewujudkan izin usaha pertambangan, maka pada titik itu, kampus telah mengorbankan identitasnya sebagai lembaga pendidikan. Perguruan tinggi yang seharusnya berfokus mencetak individu cerdas dan pikiran yang kritis justru akan beralih menjadi institusi yang berorientasi pada bisnis semata, mengejar keuntungan tanpa mempertimbangkan dampak negatif dari aktivitas pertambangan.
Akibatnya, masyarakat melihat bahwa pendidikan tinggi tidak lagi memiliki urgensi jika hanya berfokus pada keuntungan tanpa memperhatikan kepentingan rakyat. Pada akhirnya, perguruan tinggi hanya dianggap sebagai penyedia sumber daya bagi perkembangan industri dan pertumbuhan ekonomi. Tanpa disadari, para lulusannya pun berisiko terjebak dalam sistem yang mengarahkan mereka menjadi tenaga kerja bagi industri.
Ketiga, melemahkan daya kritis mahasiswa. Bahkan tanpa adanya usulan ini, suara kritis mahasiswa sudah timbul tenggelam. Dengan kata lain, tingkat kesadaran kritis mahasiswa saat ini sedang menghadapi tantangan besar. Tantangan tersebut berupa memudarnya idealisme mahasiswa akibat pengaruh gaya hidup sekuler dan liberal. Sedangkan tantangan yang dimaksud yaitu aroma pembungkaman kian masif, jika mahasiswa bersuara lantang melawan kezaliman yang ditimbulkan atas aktivitas pertambangan yang merugikan masyarakat merekalah parah mahasiswa akan mendapat ancaman dari pihak kampus jika menentang usulan ini.
Terlebih jika yang dikritisi adalah kampus tempat mahasiswa tersebut menimba ilmu. jelas membuat mahasiswa bimbang antara menyuarakan kebenaran atau tetap mendukung kampusnya yang terlibat dalam penambangan.