Ismail juga mengakui tantangan bahasa dalam tradisi Me’eraji yang disampaikan dalam bahasa Gorontalo.
“Memang, bahasa Gorontalo menjadi faktor yang memengaruhi minat masyarakat. Mereka yang tidak memahami bahasa Gorontalo mungkin sulit menangkap pesan dalam Meras. Salah satu solusinya adalah dengan menghadirkan narasi Meras dalam bahasa Indonesia, seperti yang pernah dilakukan seorang imam dari Manado. Ini menarik dan dapat menjadi inovasi agar tradisi ini tetap diminati masyarakat,” ujarnya.
Dalam sambutannya, Ismail juga menyampaikan harapannya tentang pentingnya pengelolaan kawasan Masjid Tua Hunto yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya.
“Kawasan ini perlu dijaga dan dikembangkan sebagai pusat kegiatan religi sekaligus destinasi wisata. Dengan pengelolaan yang baik, kawasan ini dapat memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar,” pungkasnya.
Redaksi