Kegiatan yang bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam terkait pencegahan Paham Intoleran, Radikal dan Teroris dilingkungan madrasah itu diikuti oleh seluruh peserta didik dan tenaga pendidik.
Menanggapi kegiatan tersebut, Kepala Madrasah Rommy Bau mengatakan lingkungan Pendidikan adalah salah satu tempat yang rentan terhadap paham-paham radikal dan intoleran. Sebab keberadaan anak usia remaja dengan rasa ingin tahu yang tinggi paling banyak habis di madrasah, sehingga seringkali menjadi sasaran bagi kelompok tertentu dalam menyebarkan ideologi ekstrim.(https://man1kabgorontalo.sch.id/densus-88-sambangi-man-1-kabgor-begini-tanggapan-kepala-madrasah/).
Seolah menjadi ancaman serius untuk melawan Radikalisme sekolah lain juga merespon hal yang sama. Untuk melawan radikalisme di SMK Negeri 1 Gorontalo, Jurusan IHK-PPKn Universitas Negeri Gorontalo telah memperkuat jiwa nasionalisme siswa-siswinya.( https://ihk.fis.ung.ac.id/home/berita/respon-tantangan-radikalisme-jurusan-ihk-ppkn-universitas-negeri-gorontalo-perkuat-jiwa-nasionalisme-siswa-siswi-di-smk-negeri-1-gorontalo)
Benarkah Radikalisme ancaman nyata ? Padahal sudah jelas yang menjadi ancaman Generasi saat ini adalah krisis moral, seharusnya pemerintah lebih fokus membenahi sistem pendidikan, memperbaiki moral para Guru sehingga berdampak pada Generasi.
Krisis Moral Buah Sistem Sekuler
Dengan berbagai Kasus tersebut tampak bahwa maraknya krisis moral merupakan buah penerapan sistem masyarakat dan bernegara yang sekuler liberal kapitalistik. Sekularisme adalah paham yang memisahkan Agama dari kehidupan, melahirkan generasi yang liberal, bebas berpikir dan berbuat. Generasi yang” permissif” menganggap semua boleh, menjauhkan Allah sebagai pengatur kehidupan. Tidak heran jika kasus yang viral saat ini baik Guru dan siswa adalah karena hilangnya ketaqwaan kepada Allah, tidak merasa diawasi Allah, hilang kepekaannya terhadap kemaksiatan, bahwa apa yang dilakukan adalah salah. Inilah yang banyak terjadi, kemaksiatan seolah dinormalisasi.